Beranda | Artikel
Kesyirikan Kaumnya Nabi Yusuf
Rabu, 28 Juli 2021

KESYIRIKAN KAUMNYA NABI YUSUF

Segala puji hanya bagi Allah Shubhanahu wa Ta’ala, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada -Nya, kami berlindung kepada Allah Shubhanahu wa Ta’ala dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang-Dia beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah Shubhanahu wa Ta’ala sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.

Aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah Shubhanahu wa Ta’ala semata, yang tidak ada sekutu bagi -Nya. Dan aku juga bersaksi bahwasannya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan Rasul -Nya. Amma Ba’du:

Nabi Yusuf ‘alaihi sallam Bersama Kaumnya:
Selanjutnya datang giliran anak cucu nabi Ibrahim ‘alaihi sallam yang mengemban dakwah, berada diatas agama tauhid serta mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah Shubhanahu wa Ta’ala semata. Dan sebelum itu, telah lewat masanya nabi Ishaq, Isma’il dan Ya’qub ‘alaihim sallam. Yang semuanya adalah para utusan Allah azza wa jalla. Namun, tidak ada satupun nukilan yang sampai pada kita yang menerangkan adanya salah satu dari jenis-jenis kesyirikan pada kaum nabi-nabi tersebut. Hingga akhirnya sampai berita dari Allah Ta’ala didalam al-Qur’an yang menjelaskan kisahnya nabi Yusuf ‘alaihi sallam ketika beliau berada di kota Mesir.

Maka berikut ini kami sampaikan secara ringkas tentang siapa nabi Yusuf ‘alaihi sallam dan kepada siapa beliau di utus. Selanjutnya kesyirikan seperti apa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat pada masa itu : Adapun nasab beliau ialah Yusuf ash-Shidiq bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim ‘alaihim sallam. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dari Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi sallam, bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « الْكَرِيمُ ابْنُ الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ يُوسُفُ بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ إِسْحَاقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِمْ السَّلَام » [أخرجه البخاري]

Orang mulia anak orang mulia anak orang mulia anak orang mulia Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim ‘alaihim sallam“.[1]

Juga diterangkan didalam haditsnya Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « فَأَكْرَمُ النَّاسِ يُوسُفُ نَبِيُّ اللَّهِ ابْنُ نَبِيِّ اللَّهِ ابْنِ نَبِيِّ اللَّهِ ابْنِ خَلِيلِ اللَّهِ » [أخرجه البخاري]

Orang yang paling mulia ialah Yusuf nabi Allah anak dari nabi Allah cucu dari nabi Allah buyut dari khalilullah“.[2]

Allah Ta’ala menurunkan kepada kita satu surat panjang yang khusus mengkisahkan tentang sisi kehidupan mulia beliau, masa demi masa yang dilaluinya, mulai dari masa kanak-kanaknya hingga meninggal, kondisi yang senantiasa berubah-rubah menerpa beliau, apa yang beliau lakukan ketika menghadapi masa-masa sulit tersebut, dirinya tegar menghadapi musibah dengan keteguhan dan kesabaran yang dimiliki para nabi, hikmah dalam berdakwah serta sikap bijak yang beliau miliki[3].

Dan jangan heran dengan itu semua, sesungguhnya beliau adalah anak keturunan dari para pembesar nabi, maka tidak mengherankan jika mereka serupa dari segi kejujuran, keikhlasan, dan semangat dakwah mengajak orang untuk bertauhid, memberangus kesyirikan, setiap kesempatan yang dilaluinya digunakan untuk berdakwah, menyampaikan risalah serta menentang kesyirikan dan peribadatan patung dan berhala.[4]

Adapun negeri tempat beliau diutus, maka semenjak kemunculan nabi Yusuf ‘alaihi sallam nampak periode baru dalam dakwah kepada Allah Shubhanahu wa a’alla yang maha esa, menghilangkan praktek kesyirikan paganisme. Dan yang menjadi pusat dakwahnya pada saat itu ialah negeri Mesir sebagai ganti dari negeri para nabi, Palestina.

Dan nabi Yusuf ‘alaihi sallam datang ke kota Mesir tatkala masih kecil ketika saudara-saudaranya berbuat jahat dengan memperdayakannya dengan melempar ke dalam sebuah sumur, yang tidak seberapa lama kemudian datang kafilah musafir, mereka lalu menyuruh untuk mengambil air dari sumur tersebut sebagai persediaan minum, kemudian Yusuf kecil ikut serta bergelantungan bersama tali timba sehingga bisa keluar. Begitu melihat ada anak kecil yang terbawa dalam timba air, orang tersebut seketika terkejut sambil menyeru, Oh, kabar gembira, ini seorang anak!

Kemudian mereka menyembunyikannya sebagai barang dagangan untuk di jual dipasar Mesir, dan beliau dijual dengan harga yang murah, hanya beberapa dirham saja. Dan yang membelinya adalah al-Aziz (seorang wazir perbendaharaan negara Mesir), tatkala membawanya pulang dirinya berpesan kepada istirnya supaya merawat anak tersebut dengan baik.

Disinilah dimulai babak baru bagi kehidupan nabi Yusuf ‘alaihi sallam, beliau mendapat ujian didalam rumah lelaki yang membelinya ini dengan ujian yang mengerikan, manakala istri al-Aziz merayu nabi Yusuf untuk menundukan dirinya, lalu dia mengunci semua pintu rumah, sambil mengatakan, “Kemarilah”. Akan tetapi, nabi Yusuf ‘alaihissalam menolaknya dengan memberikan jawaban yang memutus harapan wanita tersebut, dia berusaha melenyapkan perasaan yang sedang menghinggapi wanita itu seraya mengatakan seperti dinukil oleh Allah Shubhanahu wa a’alla didalam firman-Nya:

قَالَ مَعَاذَ ٱللَّهِۖ إِنَّهُۥ رَبِّيٓ أَحۡسَنَ مَثۡوَايَۖ إِنَّهُۥ لَا يُفۡلِحُ ٱلظَّٰلِمُونَ [يوسف: 23]

“Yusuf berkata: “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung”. [Yusuf/12: 23].

Maka setelah kejadian tersebut dirinya di jebloskan kedalam penjara walaupun telah jelas kesucian dirinya. Bertepatan dengan itu masuk pula bersamanya dua pemuda, lantas keduanya meminta kepada beliau agar menafsirkan mimpi yang dilihat dalam tidurnya. Namun, Sebelum memberikan jawaban beliau menerangkan kepada keduanya akan nikmat yang Allah Shubhanahu wa a’alla berikan padanya tentang ilmu menafsirkan mimpi, dan menjelaskan kalau dirinya telah meninggalkan agama yang batil, dan berpegang teguh dengan agama ayah dan nenek moyangnya yang  mengajarkan ketauhidan dan keimanan.

Lantas beliau memberi nasehat kepada keduanya agar menempuh agama tersebut dan meninggalkan peribadatan kepada tuhan-tuhan yang banyak yang tidak ada hakekatnya, namun, hanya sekedar nama-nama yang diberikan oleh nenek moyang kalian tanpa mempunyai landasan yang kuat[5]. Inilah sekilas sisi perjalanan hidup nabi Yusuf ‘alaihi sallam, dan jika tidak ada keraguan yang menghampiri disana kalau beliau adalah seorang nabi dan rasul maka hendaknya kita juga tidak meragukan kalau risalah yang beliau emban itu ditujukan kepada penduduk Mesir. Sebab tidak kita ketahui adanya riwayat yang sampai kepada kita jika beliau keluar dari negeri Mesir, justru riwayat yang otentik dalam hal ini menjelaskan pada kita bahwa beliau tetap tinggal disana hingga meninggal lalu di kubur di negeri tersebut.

Bahkan lebih tegas lagi dijelaskan dalam sebuah ayat yang ada didalam surat Ghafir yang memberi petunjuk kepada kita kalau risalah yang beliau bawa memang di tujukan kepada penduduk Mesir. Yaitu firman Allah Ta’ala melalui lisannya keluarga Fir’aun yang beriman yang mengajak kaumnya serta menasehati mereka agar beriman kepada nabi Musa ‘alaihi sallam, Allah Shubhanahu wa a’alla merekam ucapan tersebut didalam firman -Nya:

وَلَقَدۡ جَآءَكُمۡ يُوسُفُ مِن قَبۡلُ بِٱلۡبَيِّنَٰتِ فَمَا زِلۡتُمۡ فِي شَكّ مِّمَّا جَآءَكُم بِهِۦۖ حَتَّىٰٓ إِذَا هَلَكَ قُلۡتُمۡ لَن يَبۡعَثَ ٱللَّهُ مِنۢ بَعۡدِهِۦ رَسُولاۚ كَذَٰلِكَ يُضِلُّ ٱللَّهُ مَنۡ هُوَ مُسۡرِف مُّرۡتَابٌ  [ غافر: 34 ]

“Dan sesungguhnya telah datang Yusuf kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan, tetapi kamu senantiasa dalam keraguan tentang apa yang dibawanya kepadamu, hingga ketika dia meninggal, kamu berkata: “Allah tidak akan mengirim seorang (rasulpun) sesudahnya. Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang melampaui batas dan ragu-ragu”. [Ghafir/40: 34].

Akan tetapi, kapan nabi Yusuf ‘alaihi sallam diangkat menjadi nabi? Kenyataannya tidak ada satupun nash disana yang menentukan bagi kita tentang permulaan beliau di angkat menjadi rasul, dan menurut pendapat yang unggul dalam masalah ini bahwa nabi Yusuf ‘alaihi sallam pertama kali diangkat menjadi rasul ketika beliau menghabiskan waktunya didalam penjara. Sebab ucapan beliau kepada dua penghuni penjara yang masuk bersamanya, ketika menjelaskan ta’bir mimpi keduanya, beliau mengajak untuk bertauhid, kemudian beliau mengatakan pada keduanya, seperti Allah Shubhanahu wa a’alla nukil kejadiannya didalam firman -Nya:

ذَٰلِكُمَا مِمَّا عَلَّمَنِي رَبِّيٓۚ إِنِّي تَرَكۡتُ مِلَّةَ قَوۡم لَّا يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَهُم بِٱلۡأٓخِرَةِ هُمۡ كَٰفِرُونَ  [ يوسف: 37 ]

“Yang demikian itu adalah sebagian dari apa yang diajarkan kepadaku oleh Tuhanku. Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, sedang mereka ingkar kepada hari kemudian”. [Yusuf/12: 37].

Dan juga firman Allah Ta’ala:

مَا تَعۡبُدُونَ مِن دُونِهِۦٓ إِلَّآ أَسۡمَآء سَمَّيۡتُمُوهَآ أَنتُمۡ وَءَابَآؤُكُم مَّآ أَنزَلَ ٱللَّهُ بِهَا مِن سُلۡطَٰنٍۚ إِنِ ٱلۡحُكۡمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ  [ يوسف: 40 ]

“Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. [Yusuf/12: 40]

Nash tersebut dengan jelas menunjukan kalau beliau diangkat menjadi rasul pada saat-saat itu.

KESYIRIKAN YANG ADA PADA KAUMNYA:
Allah tabaraka wa ta’ala telah menerangkan kepada kita kesyirikan yang terjadi pada kaumnya nabi Yusuf ‘alaihi sallam tatkala beliau mengajak bertauhid dua penghuni penjara yang masuk bersamanya, dimana nabi Yusuf menyeru kepada keduanya dengan mengatakan:

﴿ قَالَ لَا يَأۡتِيكُمَا طَعَام تُرۡزَقَانِهِۦٓ إِلَّا نَبَّأۡتُكُمَا بِتَأۡوِيلِهِۦ قَبۡلَ أَن يَأۡتِيَكُمَاۚ ذَٰلِكُمَا مِمَّا عَلَّمَنِي رَبِّيٓۚ إِنِّي تَرَكۡتُ مِلَّةَ قَوۡم لَّا يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَهُم بِٱلۡأٓخِرَةِ هُمۡ كَٰفِرُونَ ٣٧ وَٱتَّبَعۡتُ مِلَّةَ ءَابَآءِيٓ إِبۡرَٰهِيمَ وَإِسۡحَٰقَ وَيَعۡقُوبَۚ مَا كَانَ لَنَآ أَن نُّشۡرِكَ بِٱللَّهِ مِن شَيۡءۚ ذَٰلِكَ مِن فَضۡلِ ٱللَّهِ عَلَيۡنَا وَعَلَى ٱلنَّاسِ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَشۡكُرُونَ ٣٨ يَٰصَٰحِبَيِ ٱلسِّجۡنِ ءَأَرۡبَاب مُّتَفَرِّقُونَ خَيۡرٌ أَمِ ٱللَّهُ ٱلۡوَٰحِدُ ٱلۡقَهَّارُ ٣٩ مَا تَعۡبُدُونَ مِن دُونِهِۦٓ إِلَّآ أَسۡمَآء سَمَّيۡتُمُوهَآ أَنتُمۡ وَءَابَآؤُكُم مَّآ أَنزَلَ ٱللَّهُ بِهَا مِن سُلۡطَٰنٍۚ إِنِ ٱلۡحُكۡمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ  [ يوسف: 37-40 ]

“Yusuf berkata: “tidak disampaikan kepada kamu berdua makanan yang akan diberikan kepadamu melainkan aku telah dapat menerangkan jenis makanan itu, sebelum makanan itu sampai kepadamu. yang demikian itu adalah sebagian dari apa yang diajarkan kepadaku oleh Tuhanku. Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, sedang mereka ingkar kepada hari kemudian. dan aku pengikut agama bapak-bapakku yaitu Ibrahim, Ishak dan Ya’qub. tiadalah patut bagi kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah. yang demikian itu adalah dari karunia Allah kepada kami dan kepada manusia (seluruhnya), tetapi kebanyakan manusia tidak mensyukuri (Nya). Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. -Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain -Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. [Yusuf/12: 37-40].

Maka bisa kita pahami dari nash al-Qur’an diatas tadi bahwa nabi Yusuf ‘alaihi sallam menilai rusaknya penguasa Mesir yang dikuasai oleh dinasti Fir’aun saat itu, dan beliau menjelaskan sisi kerusakan aqidah yang terjadi ditengah-tengah kaum yang beliau hidup disana, juga menjelaskan kerusakan masyarakatnya yang menyembah berhala, menjadikan patung sapi dan berhala sebagai sesembahan bersama Allah Ta’ala. Sehingga bisa disimpulkan pemahaman dari nash al-Qur’an diatas dengan klasifikasi sebagai berikut:

1. Bahwa kaumnya nabi Yusuf ‘alaihi sallam berbuat kesyirikan didalam peribadatan kepada Allah azza wa jalla. Mengacu pada firman Allah Ta’ala:

مَا تَعۡبُدُونَ مِن دُونِهِۦٓ إِلَّآ أَسۡمَآء سَمَّيۡتُمُوهَآ أَنتُمۡ وَءَابَآؤُكُم مَّآ أَنزَلَ ٱللَّهُ بِهَا مِن سُلۡطَٰنٍۚ  [ يوسف: 40 ]

“Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu”. [Yusuf/12: 40]

2. Mereka berhukum sesuai dengan hawa nafsu yang mereka inginkan. Makanya beliau mengingatkan mereka kalau keputusan hukum hanyalah milik Allah Shubhanahu wa Ta’ala semata, dan mengambil keputusan sesuai selera masuk dalam kategori peribadatan. Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

إِنِ ٱلۡحُكۡمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ  [ يوسف: 40 ]

“Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. [Yusuf/12: 40].

3. Mereka memberi nama kepada sesembahan-sesembahannya dengan tuhan yang bermacam-macam, tanpa menyekutukan Allah Ta’ala didalam rububiyah -Nya, sebagaimana ditegaskan oleh sebagian ulama manakala menafsirkan firman Allah Ta’ala:

يَٰصَٰحِبَيِ ٱلسِّجۡنِ ءَأَرۡبَاب مُّتَفَرِّقُونَ خَيۡرٌ أَمِ ٱللَّهُ ٱلۡوَٰحِدُ ٱلۡقَهَّارُ [يوسف:39]

“Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?”. [Yusuf/12: 39].

4. Dan ada yang berpendapat disebagian komunitas yang mengerjakan kesyirikan dalam perkara rububiyah, berdalil dengan firman Allah Ta’ala:

ءَأَرۡبَابٞ مُّتَفَرِّقُونَ خَيۡرٌ أَمِ ٱللَّهُ ٱلۡوَٰحِدُ ٱلۡقَهَّارُ  [ يوسف: 39 ]

“Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?”. [Yusuf/12: 39]

Demikian juga dalam firman -Nya:

إِنِّي تَرَكۡتُ مِلَّةَ قَوۡم لَّا يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَهُم بِٱلۡأٓخِرَةِ هُمۡ كَٰفِرُونَ  [يوسف: 37 ]

“Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, sedang mereka ingkar kepada hari kemudian”. [Yusuf/12: 37].

Namun, keyakinan ini yakni menyekutukan Allah Shubhanahu wa Ta’ala dalam perkara rububiyah, tidak diakui oleh kebanyakan masyarakat pada saat itu karena yang banyak diyakini oleh mereka ketika itu ialah mengakui adanya Ilah yang esa yang menciptakan alam semesta ini. sebagaimana ditunjukan oleh firman Allah Ta’ala manakala mengkisahkan tentang ucapannya para wanita yang berada dirumah istrinya al-Aziz. Allah berfirman:

وَقُلۡنَ حَٰشَ لِلَّهِ مَا هَٰذَا بَشَرًا إِنۡ هَٰذَآ إِلَّا مَلَك كَرِيم  [ يوسف: 31 ]

“Dan (mereka) berkata: “Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah Malaikat yang mulia”. [Yusuf/12: 31].

Dan akan datang tambahan penjelasan ini ketika kita sampai pada pembahasan aqidah yang dianut oleh penduduk Mesir tatkala kita sampaikan kisahnya nabi Musa ‘alaihi sallam bersama Fir’aun. Dan kita cukupkan disini dengan pernyataan bahwa mereka adalah paganisme yang menjadikan patung dan berhala sebagai sesembahan. Lalu nabiyullah Yusuf ‘alaihi sallam bangkit untuk mendakwahi mereka, maka Fir’aun (penguasa Mesir) pada saat itupun beriman kepadanya, kemudian raja tersebut meninggal lalu datanglah raja berikutnya yang sudah tidak lagi berada diatas agama yang lurus yang sangat lalim kepada masyarakatnya.

[Disalin dari الشرك في قوم يوسف عليه السلام  Penulis Syaikh Abu Bakar Muhammad Zakaria, Penerjemah : Abu Umamah Arif Hidayatullah, Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2014 – 1435]
______
Footnote
[1] HR Bukhari no: 3382, 3390.
[2] HR Bukhari no 3383. Tirmidzi no: 3116.
[3] Manhaj fii Dakwah Ilallah fihi Hikmah wal Aql hal: 63 oleh D.Rabi bin Hadi al-Madkhali.
[4] Dakwah Tauhid hal: 144 oleh Muhammad Khalil Haras.
[5] Ibid.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/36325-kesyirikan-kaumnya-nabi-yusuf.html